Menyebarkan Informasi Dan Mengedukasi Tanpa Harus Menjadi Praktisi Atau Selebriti

Aroma Kemenyan Memikat Penikmat Jaranan

Di Kota Tulungagung, kota Kecil yang berjarak 154km dari Kota Surabaya masih ada sebagian kebudayaan jaman Kerajaan yang terus dilestarikan hingga saat ini. Salah satu kebudayaan tersebut adalah budaya seni Tari Jaranan. Jaranan berasal dari kata “Jaran” yang apabila diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Hewan Kuda. Maka bisa ditebak seni tari ini banyak menggunakan Replika Kuda-kuda-an sebagai bahan tariannya. 

Aroma Kemenyan Memikat Penikmat Jaranan
Di Tulungagung pertunjukan seperti ini biasanya dilakukan di tengah lapangan yang luas karena pertunjukan seperti ini sering menyedot penonton dalam jumlah yang tidak sedikit. Sebelum pertunjukan dimulai ada beberapa ritual yang harus dilakukan, ritual ini dilakukan oleh seorang pawang yang disebut sebagai “Tukang Nggambuhi” ( Seseorang yang memiliki kemampuan lebih dan bisa menyembuh kan seseorang). Selama pertunjukan ini berlangsung, anda akan mencium aroma bau kemenyan terbakar yang menyeruak mengisi seluruh area pertunjukan karena salah satu ritual yang dilakukan oleh pawang sebelum acara dimulai adalah membakar kemenyan dalam sebuah wadah kecil, konon menurut kisah nya kemenyan memang sengaja di bakar untuk mengundang roh-roh halus di sekitar lokasi. 

Pertunjukan diawali dengan tiupan terompet khas Jawa Timur atau biasa disebut Slompret disusul musik-musik lain seperti Gendang, Bonang, Saron dan Kempul yang kesemua nya menyatu membentuk irama yang pada awalnya tidak menghentak hingga akhirnya 4-5 orang penari masuk ke dalam arena pertunjukan. Tari ini menceritakan kisah seorang pejuang gagah berani dari rakyat jelata yang melangkah maju ke medan perang dengan seekor replika kuda dan cambuk sebagai senjata nya namun dalam perjalanan nya mereka menemui beberapa halangan dari Penari Pentul (Anak Raksasa dengan topeng wajah di dominasi warna merah dan gerakan yang lincah) dan Penari Celeng (Celeng adalah babi hutan yang menggagu perjalanan para pejuang ini) Penari Celeng dimainkan oleh beberapa orang dengan menunggangi replika Celeng. Musuh terakir yang harus dihadapi oleh para penari dalam kisah ini adalah seekor Barongan ( Barongan adalah Penari dengan topeng mirip naga dengan dominasi warna merah hitam), berbeda dengan Barong ala Bali karena disini Barong memiliki mulut yang sedikit panjang dan bisa dibuka tutup oleh penarinya.

Pertarungan antara ksatria dengan barong bukanlah adegan yang ditunggu-tunggu dalam pertunjukkan ini karena setelah adegan ini ada adegan yang biasa disebut “Ndadi” (Ndadi adalah istilah dalam bahasa Jawa Timur untuk orang yang kesurupan) Adegan inilah yang dinanti nanti karena pada saat seperti ini biasanya penari akan melakukan hal-hal yang tidak masuk akal seperti memakan pecahan kaca, Menelan Silet, atau memakan pecahan lampu yang telah disediakan di sekitar wadah pembakar menyan oleh sang Pawang. Saat adegan ini berlangsung pemain musik akan memainkan musik dengan ritme cepat mengikuti tarian penari yang semakin tak terkendali. Dalam beberapa pertunjukan yang ekstrim, ada penari yang rela memakan mentah-mentah seekor ayam hitam yang masih hidup dengan memutus langsung urat lehernya. Namun hal ini tidak dilakukan oleh semua penari karena biasanya dari 4-5 orang penari yang melakukan pertunjukkan hanya 2-3 saja yang bisa bertahan hingga proses “Ndadi”. Nah disinilah tugas Tukang Nggambuhi yaitu mengembalikan para penari dalam kondisi semula seperti sebelum Ndadi, entah apa yang di bisikkan sang pawang kepada penari yang mengalami kerasukan karena setelah itu sang penari pun langsung sadar dan berlagak seperti semula. 

Pertunjukan biasanya akan selesai menjelang maghrib, karena sebagian masyarakat masih menganggap bahwa maghrib adalah waktu yang mengharuskan seseorang untuk berada di dalam rumah karena banyak cerita mistis mengenai seputar jam-jam Maghrib. Untuk bisa menyaksikan pertunjukan ini anda tidak perlu mengeluarkan biaya karena pada umumnya pertunjukan seperti ini digelar oleh seseorang yang sedang memiliki hajat dan menggratiskan penonton untuk datang dan menyaksikan nya hingga usai. Kendati banyak tersaingi oleh pertunjukan lain namun Jaranan masih mampu memikat penonton dan menenggelamkan mereka dalam aroma kemenyan yang terus ada sepanjang pertunjukan. 

Source : 
http://budayalokal.communication.uii.ac.id/jathilan-sang-kuda-lumping-dengan-segala-dilema/ http://jathilanturonggomudhomanunggal.blogspot.com/ http://www.indonesiakaya.com/see/read/2011/11/12/803/20032/4/Jathilan

0 comments:

Posting Komentar

 

Blog Direktori

top blogs
blog directory
blog search directory

Resources

Teknologi

<>